Rabu, 24 September 2008

Ajarilah aku.....

Ajarilah aku, menyerupai seekor burung
Dengan sayap-sayapnya ia bebas untuk terbang
Melihat semua dunia dengan matanya
Tanpa memandang tinggi dan rendah
Ajarilah aku seperti pohon
Yang tidak pernah mengeluh saat badai dating
Yang setia menunggu sampai badai pun reda
Yang membinasakan panas menghadirkan kehangatan
Ajarilah aku seperti singa
Yang tidak pernah takut melakukan sesuatu
Yang tidak pernah ragu dalam mengambil keputusan
Tegas dan selalu berani
Ajarilah aku seperti air
Yang selalu lemah lembut
Yang selalu menghanyutkan segala rasa
Yang selalu menyegarkan disaat suasana menjadi panas.
Tetapi….
Ajarilah juga aku untuk menjadi diri sendiri
Yang mencoba melihat dunia tanpa memandang tinggi dan rendah
Yang mencoba bertahan disaat duka pun dating
Yang tidak akan pernah ragu mengambil sebuah keputusan
Yang mencoba menjadi penyegar suasana.
Karena itu,
Jangan pernah lelah
Untuk tetap mengajari aku
Menjadi manusia yang sempurna.

Selasa, 20 Mei 2008

MUSIK

Musik, lagu yang berlirik indah membuat semua orang yang mendengarnya berdecak kagum. Bahkan tidak sedikit orang mengambil musik itu sebagai sumber inspirasi untuk melakukan sesuatu.

Begitu juga dengan diriku, yang detik ini masih menyukainya. Karena dengan musik kita bisa melepas semua yang ada di dalam diri kita, penat, jenuh, sedih, bahkan dengan musik pula kita bisa melepaskan semua emosi.

Bahkan dengan musik pula, kebahagiaan dan memori akan sesuatu dapat dituangkannya. Sebagai contoh yang simple saja, ketika aku sedang mendengarkan sebuah lagu, aku mengingat kejadian yang sangat bahagia yang pernah terjadi.

Karena dengan musik pula aku bisa membuat karya-karya tulisan. Yang memang tidak pernah bagus untuk dilihat, atau enak untuk didengar, tidak seperti lagu yang kata-katanya sangat indah. Tetapi karyaku ini merupakan buah dari musik.

Lihatlah kawanku, lihatlah, tidak jarang penulis-penulis kecil seperti diriku atau yang sudah senior, mencari inspirasi dari sebuah nyanyian. Apabila mereka tidak mendapatkan ide untuk menulis, mereka mendengarkan lagu-lagu yang melankolis, dan ide itu datang begitu saja.

Tidak hanya lagu yang bernada sendu, melainkan lagu yang bernada keras pun bisa saja menjadi inspirasi bagi semua orang. Memang aku bukanlah pencari fakta, tetapi dari sekian banyak orang yang aku temui, mereka selalu mengagungkan lagu.

Mengapa mereka selalu mengagunkan lagu? Karena mereka bisa lepas menjadi diri mereka sendiri. Tidak jarang dalam lirik-lirik yang indah itu, mempunyai kesamaan dengan kejadian yang sedang di alaminya.

Seperti lagu yang bernuansakan cinta, bagi orang-orang yang sedang merasakan indahnya cinta itu sendiri, selalu mengagung- agungkan lagu-lagu ini. Bahkan setiap hari mereka selalu menyanyikan lagu-lagu yang bernuansakan cinta ini. Dibuat dalam ring tone di ponsel itu, atau dijadikan nada dering panggilan. Lirik-lirik yang disuguhkan dalam lagu yang bernuansakan cinta ini, memang mencerminkan ekspresi dari perasaan mereka sendiri.

Tidak hanya lagu yang bernuansakan cinta, lagu yang bernuansakan patah hati, cemburu, emosi, dan yang lain, juga menjadi salah satu favorit mereka. Bahkan lebih dari lagu yang bernuansakan cinta, lagu yang bernuansakan patah hati, cemburu, dan lainnya lebih disukai oleh banyak orang, mengapa? karena orang yang sedang dilanda emosi, patah hati, dan lainnya, jumlah mereka jauh lebih besar dibandingkan mereka yang sedang dilanda jatuh cinta. Dan sekali lagi, lagu itulah yang mencerminkan perasaan yang ada di dalam diri mereka

Sekarang aku tegaskan, bahwa aku bukanlah pencari fakta, yang mencoba mencari data-data yang akurat, tetapi aku mencoba menulis apa yang memang aku lihat, aku dengar, aku perhatikan. Dan dengan head set di telinggaku, aku membuat tulisan ini, dan tebaklah kawan…. Bahkan diriku sedang mendengarkan sebuah lagu.

Berbahagialah mereka yang memang menyukai musik, karena dengan musik mereka dapat menemukan identitas yang tidak pernah mereka temui, kedamaian yang tidak pernah mereka rasakan, ketenangan yang saat ini memang susah untuk dicari, dan melepaskan semua perasaan yang terpendam.

Lihatlah kawanku, kali ini aku tidak sedang menulis mengenai cinta, tidak lagi mengumbar kata-kata yang indah dalam puisi, atau menceritakan mengenai berbagai kesedihan, dan kegundahan dalam hati. Tetapi sekarang aku sedang menulis mengenai realitas manusia-manusia penggemar musik, menulis mengenai mereka yang selalu berkutat dengan keindahan kata-kata dalam lirik lagu.

Mungkin tidak sesempurna aku menulis mengenai cinta dan kesedihan, tetapi inilah karyaku, karya yang merupakan buah dari musik itu sendiri. Seperti halnya wanita, ‘can live without them, but can’t live without them’, musik pun seperti itu ‘can live without them, but can’t live without them’. Terima kasih para penulis lirik, pencipta lagu, karena bersama dengan mereka-lah karya ku ini bisa tercipta..

DEETO

Senin, 19 Mei 2008

'Aku, Si- Bodoh Yang Mencintaimu'

Apakah aku seorang yang tidak punya hati untuk mencintai atau menyayangi kamu. Apakah salahku sampai aku harus berkorban demi yang tidak pernah aku ketahui.

Aku memang sepantasnya dibilang bodoh atau dungu, atau apalah sebutannya, karena dengan aku dikatakan dungu atau bodoh, aku merasa bebas untuk menyayangimu, mencintaimu.

Aku terlanjur menyayangimu, dengan hati polosku ini. dan aku akan terus menyayangimu, biar nanti pun akan tersakiti oleh cinta.

Yang aku takutkan adalah kebebasan yang telah aku berikan, tidak lagi kamu gunakan? kamu berdalih dengan alasan teman tetapi kau begitu memujanya.

Dengan alasan persahabatan, kau mementingkan dia daripada aku.

Salahkah aku, bila aku mempunyai ketakutan seperti itu. Wajarkah aku gelisah bila kamu memperlakukan aku seperti itu. Mungkin ini yang bisa aku lakukan, karena dengan begini aku tetap bisa menyayangimu, sayang.

yah, mgkin ini sedikit tulisan ini, tapi tulisan ini aku tulis dengan menggunakan hati, bukan menggunakan pikiran.

Dan bagi yang akan membaca tulisan ini, bacalah dengan kacamata hati, bukan dengan kacamata logika, karena dengan menggunakan kacamata hati kamu 'yang membaca tulisan ini' akan mengerti arti dari tulisan ini.

'aku berjuang dengan hatiku, sayang

aku berjuang untuk mendapatkan hatimu

aku berjuang, walau kamu mencampakan cintaku

aku berjuang, walau kamu terus mencaciku

dan akhirnya sayang-ku...

akhirnya aku bisa mendapatkan hatimu

hati ini berlonjak gembira

seakan ingin menari tanpa henti

tetapi waktu lah yang harus berjalan

ketakutanku mulai memuncak

tapi sekali lagi aku berjuang

berjuang melawan semua rasa

hanya untuk hatimu cintaku

aku akan selalu berjuang

sampai keringat berubah menjadi air mata

dan aku akan tetap berjuang

berjuang dalam CINTA

berjuang untuk hatimu'

nah, sekarang kamu 'yang akan membaca cerita ini', bacalah dengan menggunakan hatimu, dengan begitu kamu akan mengerti maksud dari tulisan ini, dan arti dari puisi ini.

Dan dengan kacamata hatimu-lah, caci diriku dengan ucapan 'bodoh', karena dengan ucapan 'bodoh' itu-lah aku akan bebas untuk MENCINTAIMU.

Dan anggaplah aku 'SI- BODOH YANG MENCINTAIMU'

-Deeto-

Dalam Butaku, Aku Melihat….

Tiba-tiba aku terbangun dan berteriak

“ KEMANA SEMUANYA!”, “MENGAPA SEMUA MENJADI GELAP!”, “DAN DIMANA AKU?” lanjutku. Lalu aku mendengar tangisan-tangisan kecil yang berada di dekatku,

“Siapa itu?” tanya aku, “siapa disana?”.

Perlahan tapi pasti aku mendengar suara,

“ini kita, ayah dan ibumu,” jawab mereka.

Aku terus mencari sumber suara yang tadi aku dengar. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, dan aku mulai bertanya kembali

“mengapa aku tidak bisa melihatmu mama?”

Tangisan pun meledak, karena tidak dapat menjawab, ibuku memilih untuk pergi saja. Dan ayahku yang menjawabnya.

“Chris, anakku”, semua terdengar sangat sunyi, “kamu berada di rumah sakit, kamu mengalami kecelakaan dan sudah hampir 2 bulan kamu tidak sadarkan diri, bahkan saat kamu mulai sadar, kamu harus kehilangan kedua matamu itu?”ayahku mencoba untuk menjelaskan semuanya.

Aku seakan teringat kembali peristiwa itu, ketika sore itu aku akan menyeberang jalan, tanpa aku sadari, tiba-tiba saja ada mobil yang langsung menabrak tubuhku ini, dan tubuhku terpental, lalu aku melihat orang-orang disekitarku berlari untuk menolong diriku, sejak itu aku sudah tidak ingat kembali.

“Tidak!!!!” teriakku dengan kencang

Aku ingin pergi, tetapi tanganku dipegang erat oleh ayahku. Aku menangis dalam pelukan ayahku, seakan tidak menerima keadaan aku yang seperti ini.

Hari-hari telah kulalui, aku telah keluar dari rumah sakit, yang telah menjadi temanku selama 2 bulan terakhir. Sahabatku pun mulai berdatangan untuk mengunjungiku, tetapi aku tetap saja hanya bisa mendengar suaranya. Aku bahkan sudah tidak ingat wajah masing-masing. Yang menjadi ingatan aku hanyalah nama-nama mereka saja, dan mendapat tugas tambahan untuk mengenali suara mereka.

Tiap hari aku lebih memilih untuk berdiam saja dirumahku, di kamarku, karena bagiku siang tetaplah menjadi malam, dan malam pun semakin membuat hatiku beku. Tidak jarang aku sering melampiaskan kekesalan kepada kedua kakakku, dan sahabat-sahabatku.

Hingga suatu hari dimana aku lelah untuk melampiaskan semua kekesalanku, aku mulai berpasrah diri, mulai coba untuk menerima kekuranganku. Tetapi tetap saja aku tidak ingin keluar dari rumahku. Aku mulai mencoba untuk menghafal semuanya, termaksud apa yang ada di dekatku, aku mulai belajar mengamati yang tidak terlihat olehku.

Hingga suatu malam, disaat aku benar-benar lelah untuk belajar, aku memutuskan untuk tidur, entah mimpi atau kenyataan, tiba-tiba aku mendengar suara-suara kecil yang memanggil namaku.

“Andi… Andi…”

Sontak aku terduduk, dan mencari asal suara itu, tetapi sia-sia saja, karena aku tidak dapat melihat. Lalu suara itu kembali memanggil

“Andi… kamu tidak perlu mencari aku, mencari siapa aku, cukup dengarkanlah aku”

Kaget sekali lalu aku bertanya

“Siapa disana, siapa kamu?”

Lalu suara itu melanjutkan

“Keluarlah Andi, keluarlah dari lubang kegelapanmu. Temukan cahaya, dalam siang, dan ingat jangan cari aku”

Suara itu begitu lembut, dan aku mempercayainya. Keesokan harinya aku memberanikan diri untuk keluar dari rumah, hanya sekedar berjalan-jalan ditengah halamanku. Aku menikmatinya, walaupun gelap, aku tidak menyangka aku akan menemukan kesenangan setelah sekian lama.

Hari itu sahabatku datang ke rumah, seperti biasa kita bercanda dan tertawa, lalu aku mengajaknya ke halaman rumahku. Dibantu oleh tongkat di tanganku, aku menuju halaman rumah. Aku mulai bertanya kepada sahabatku

“Apa yang kamu lihat?”

“Seperti biasa, pohon dan rumput” jawab sahabatku.

“Tidakkah engkau melihatnya?” tanyaku

“Melihat apa”

“Cahaya terang menerangiku, tempat aku duduk?” lanjutku.

Sahabatku menganggap aku sudah gila, tetapi aku tidak peduli akan sebutan itu.

“Cobalah engkau masuk dan ambillah sebuah kertas dan penannya, aku ingin menulis tetapi aku tidak bisa”

Seketika sahabatku itu masuk untuk mengambil kertas dan pena, lalu ia keluar kembali untuk menemani aku menulis

“Aku tidak dapat menulis lagi, karena aku sudah tidak dapat melihat, tolonglah kau tuliskan apa yang aku ceritakan ini” pintaku.

Temanku mulai menulisnya, setelah aku mengucapkan kata pertama

“Mataku telah buta, tetapi tidak dengan mata hatiku

Kegelapan menjadi teman bermainku

Siang menjadi malam, dan malam tetaplah malam.

Dengan tongkatku aku berjalan

Berpegangan, bahkan ‘dia’ menjadi penunjuk arah

Tidak jarang aku jatuh, tetapi tongkatku menahannya.

Mencari arah dalam kegelapan

Mencari apa yang telah direnggut dari diriku

Hingga suatu saat, datanglah keajaiban

Aku melihat terang dalam gelap

Aku berjalan menuju arahnya

Tiap hari aku mengharapkan terang itu kembali

Aku tidak lagi malu akan ini

Semua telah sirna

Aku bangkit dan berlari..

Aku mengejar terang

Dan gelap menjadi musuhku

Teman, aku bahagia…

Aku bahagia dengan apa yang aku dapatkan sekarang

Aku bahagia, karena dengan ini aku melihat apa yang tidak ‘engkau’ lihat

Aku bahagia, karena aku bisa merasakan apa yang tidak ‘engkau’ rasakan.

Sekarang, temanku..

Aku tidak lagi berjalan menuju kegelapan

Aku tidak lagi takut akan kegelapan

Tetapi aku sedang berjalan menuju keterangan

Menuju terang yang telah lama aku inginkan.”

Selesai menulis, lalu aku berkata kepada temanku..

“Kasihlah judul….

Dalam Butaku, Aku Melihat….”

DEETO

SELIMUT KESENDIRIAN

“Lihatlah sayangku…

Engkau memberikan diriku benang-benang cinta

Engkau membangunnya dalam hatiku..

Tetapi ketika engkau pergi,

Engkau meninggalkan benang-benang cinta

Dan engkau berkata ‘jadikan benang cinta ini sebuah selimut, dan kenakanlah’

Lalu aku mulai untuk merajutnya kembali

Aku rajut sedikit demi sedikit

Perlahan tapi pasti

Dan akhirnya aku bisa menyelesaikannya

Ku selesaikan dengan tetesan air mata

Dengan benang-benang cinta yang kau berikan

Aku membuat selimut sesuai dengan apa yang kau katakan

Dan sekarang sayangku,

Sekarang selimut ini pun sedang aku kenakan

Aku kenakan untuk menutupi semua dingin dalam hati

Ukiran namamu dalam selimut ini

Masih sama seperti ukiran namamu dalam hati

Tidak aku rubah sedikit pun

Selimut ini sayangku…

Aku persembahkan untukmu,

Dan akan selalu ku kenakan

Sampai dimana datang seorang hanya untuk merobeknya

Dan selesailah semua apa yang aku perjuangkan

Inilah hasilnya sayangku….

Sebuah selimut..

Selimut yang aku beri nama, SELIMUT KESENDIRIAN……”

DEETO